Majalah dan Terbitan Berkala
Biennale Jogja The Equator vol.9 no.3 Juli- September: Bertandang Ke Timur
Pada periode Juli- September 2021 ini, persiapan penyelenggaraan Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 sudah menjadi makin intens. Tim kepanitiaan pun secara intensif menurunkan konsep dan gagasan kuratorial menjadi program-program publik dan artistik yang menuntut kami untuk saling terhubung dan berkolaborasi dengan berbagai organisasi di beragam kota di Indonesia, terutama di kawasan Indonesia Timur
Dua program yang secara langsung menghubungkan kami dengan Indonesia Timur adalah Residensi seniman dan Program Labuhan Residensi seniman adalah program rutin yang telah berlangsung sejak Biennale Jogja Equator #1 tahun 2011, dan setiap tahun menghadirkan konsep dan bentuk yang berbeda. Pada 2021 ini, program residensi kami pusatkan di Indonesia Timur, baik mengirim seniman dari Yogyakarta maupun dari kota kota Indonesia Timur ke Yogyakarta. Dua seniman, Arief Budiman dan Dyah Retno, telah menjalankan program ini pada pertengahan Juni lalu. Dalam edisi ini, Anief memaparkan bagaimana pertemuannya dengan teman-teman di Papuan Voices selama masa residensinya di Papua. Sementara Dyah Retno menuliskan pengalaman berada di Kampung Mollo, menikmati kehidupan kampung yang sama sekali berbeda dengan kesehariannya di kota.
Kami juga mengundang Eka Nggalu dari komunitas KAHE Maumere untuk memaparkan gagasan dan proses kuratorial dari Program Labuhan yang mereka persiapkan, berkait dengan praktik Pater Piet Petu dalam membangun sebuah museum di Maumere, yang direfleksikan dengan situasi dan gagasan kuratorial masa kini. Selanjutnya, Yuli dan Kupang, sempat bertukar gagasan dan berdiskusi tentang isu pekerja rumah tangga dan pekerja migran dari Kupang yang menjadi salah satu perhatian besar dari pekerja lembaga sosial di Indonesia Timur.
Bagaimana menghubungkan berbagai titik produksi pengetahuan ini dalam membicarakan gagasan nusantara dan kompleksitas peneguhan identitasnya? Bagaimana kita berkaca dari pengalaman-pengalaman para pekerja seni dan budaya di kawasan Indonesia Timur ini sebagai pijakan untuk membaca kembali sejarah kuratorial dan praktik berkesenian kita? Tulisan pada edisi kali ini kiranya menjadi kontribusi penting untuk melacak kembali sumber-sumber produksi pengetahuan yang terlupakan, membincang dan mendiskusikannya dengan perspektif hari ini, serta membangun kemball relasi yang mendekatkan ruang-ruang yang tampak jauh
21-10961.2 | 705 B 9/3/2021 | Majalah, Jurnal dan Terbitan Berkala (Katalog Biennale) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain