Katalog dan Terbitan Kegiatan
Mitos Kecantikan
Mitos kecantikan dalam kuratorial ini dimaksudakan sebagai sebuah keyakinan atas pemeliharan kecantikan yang adalah sebuah konstuksi budaya. Dewasa ini, dalam masyarakat modern, mitos tentang kecantikan secara tradisional masih dipelihara dengan baik. Katakanlah misalnya, dalam masyarakat Bali masih mempercayai bahwa kecantikan—tentu saja kecantikan perempuan—adalah bagian dari cara menuliakan suami. Teks-teks sastra lisan bahkan dongeng suci yang hidup dalam masyarakat Bali tetap dipelihara pada kebutuhan pemulian tersebut. Tak terhindar, dalam perspektif hari ini, mitos kecantikan dalam sastra dan dongeng suci di Bali adalah bagian tak terpisahkan dari budaya patriarki. Sebuah wilayah laki-laki untuk melanggengkan kekuasaannya melalui praktik-praktik yang bersifat hegemonik.rnrnBersamaan dengan itu, mitos modern tentang kecantikan juga berjalan melalui praktik pewacanaan dalam media modern. Sebutlah misalnya, televisi, iklan, dunia maya tentang kecantikan sesuai dengan citra modern yang diinginkan para pemilik dunia indusri. Tampak jelas, bahwa praktik ini mengandung muatan komodifikasi yang menyusup bersama praktik pencitraan itu. Sebutlah misalnya, citra tentang kecantikan itu berkonotasi dengan langsing-berisi, lembut-putih, dan serupanya. Perempuan, dalam hal ini, ada obyek pembentukan mitos kecantikan. Pada pertumbuhannya, perempuan juga berperan sebagai subyek. Dua posisi yang ambigu: antara korban dan pelaku dalam dunia konsumsi.rnrnPameran ini, diniatkan guna mengumpulkan tanggapan sembilan pelukis realis Bali, yang tumbuh-berkembang dalam sepuluh tahun terakhir, guna menanggapi realitas sosial tentang mitos kecantikan. Sembilan pelukis yang diundang dalam pameran ini sebagian besar adalah pelukis angkatan muda Bali yang selama ini tertarik pada persoalan narasi dalam karyanya. Karenanya, pameran ini banyak menghadirkan sejumlah narasi yang adalah representasi dari realitas yang dilihat. Realitas mitos kecantikan yang mengepung para pelukis ini. Sebagian besar dari para pelukis yang diundang ini adalah pelaku budaya tradisi Bali yang sekaligus juga manusia modern yang sadar media.rnrnBersandar pada teori Umar Junus, karya dalam pameran ini bisa dibilah menjadi dua kecenderungan tentang mitos. Pertama adalah mitos pengukuhan yang memperlihatkan seniman peserta pameran ini terlibat dalam proses mengamini konstruksi budaya tentang mitos kecantikan. Mereka adalah Hendrakusuma, Cundrawan, dan Nyoman Wijaya. Kedua, mitos penolakan yang secara berterus-terang diperlihatkan seniman peserta pameran ini dalam menolak konstruksi budaya tentang mitos kecantikan, tentu sembari mengajukan daya kritis melalui representasinya. Para seniman ini adalah Tatang BSp, Alit Suaja, AS Kurnia, Wayan Suja, Gede Puja, dan Polenk Rediasa
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain